MEWARISI SEMANGAT SUMPAH PEMUDA

Perjalanan sejarah bangsa Indonesia telah diharumkan oleh peran kaum muda dalam setiap momentum perjuangan kebangsaan. Peran kaum muda begitu jelas terlihat setidaknya pada lima momentum perjuangan kebangsaan, mulai dari kebangkitan nasional 1908, Sumpah Pemuda 1928, Proklamasi Kemerdekaan 1945, kelahiran Orde Baru 1966, hingga gerakan reformasi 1998.

Peran kaum muda dalam perjalanan bangsa Indonesia juga diperlihatkan kenyataan sejarah bahwa sebagian besar pendiri bangsa ini memulai perjuangannya sejak usia muda. Pemuda seperti Soekarno, Mohammad Natsir, Tan Malaka, Mohammad Hatta, dan Sutan Sjahrir menggoreskan sejarah negeri ini dengan tinta kehormatan dan pena kemuliaan. Nama-nama mereka tidak hanya dikenal di dalam negeri, tapi juga dihormati di luar negeri.

Soekarno muda pada usia 29 tahun telah berhasil menyusun pidato pembelaan berjudul Indonesia Menggugat. Sebuah karya fenomenal yang berhasil membakar api semangat segenap rakyat dan menginspirasi banyak tokoh pergerakan untuk teguh memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Pledoi yang dibacakan dengan memukau di depan pengadilan kolonial Landraad Bandung merupakan representasi dari kekesalan, semangat, gagasan, dan harapan Soekarno terhadap kemerdekaan Indonesia. Pledoi tersebut dibuat Soekarno setelah mengkaji 90 buah buku berbahasa Inggris, Perancis, dan Jerman, karya tokoh-tokoh dari Barat dan Timur.

Natsir muda tidak jauh berbeda dengan Soekarno. Pada usia 20 tahun, Natsir telah menjadi wakil ketua Jong Islamiten Bond (JIB) Bandung. Natsir di usia muda juga sudah tumbuh menjadi ulama pejuang. Natsir muda menginspirasi organisasi Persis (Persatuan Islam) untuk mengadopsi manajemen modern dalam pengelolaannya. Natsir muda juga mempengaruhi sistem pendidikan Pesantren Persis dengan mengajarkan psikologi, sosiologi, logika Yunani, dan astronomi kepada para santri. Beliau juga menggagas lahirnya majalah Pembela Islam. Meskipun sering berdebat dengan Soekarno mengenai Islam, melalui majalah Pembela Islam Natsir melakukan pembelaan terhadap Soekarno ketika diadili pemerintah Belanda sebelum dibuang ke Digul. Majalah Pembela Islam digunakan Natsir untuk merumuskan garis perjuangan kemerdekaan Indonesia yang merujuk kepada cita-cita Islam. Melalui majalah tersebut beliau menurunkan artikel berjudul Kebangsaan Muslim.

Soekarno, Mohammad Natsir, Tan Malaka, dan Mohammad Hatta memiliki latar belakang pemikiran dan ideologi yang berbeda-beda. Namun, di antara mereka terdapat satu kesamaan. Gerakan politik yang mereka pelopori tidak didorong oleh ambisi pribadi. Mereka sama-sama terinspirasi oleh mengenaskannya kehidupan rakyat sebagai akibat dari penindasan kekuasaan penjajah Belanda. Mereka digerakkan oleh keinginan bersama untuk mencapai kemerdekaan Indonesia guna membuka jalan menuju tercapainya kesejahteraan seluruh rakyat. Bahkan untuk mencapai Indonesia merdeka, mereka sama-sama rela mengorbankan kehidupan pribadinya. Rela menempuh jalan penderitaan, hidup dari penjara ke penjara dan hidup dalam pengasingan.

Resapilah semangat berkorban yang dikobarkan oleh Soekarno dalam Indonesia Menggugat:

"... Tiga ratus tahun, ya walau seribu tahun pun, tidaklah bisa menghilangkan hak negeri Indonesia dan rakyat Indonesia atas kemerdekaan itu. Untuk terlaksananya hak ini maka kami rela menderitakan segala kepahitan yang dituntutkan oleh tanah air itu, rela menderitakan kesengsaraan yang dimintakan oleh Ibu Indonesia itu setiap waktu.

Memang tanah air Indonesia, bangsa Indonesia, Ibu Indonesia, mengharap dari semua putra-putra dan putri-putrinya pengabdian yang demikian itu, penyerahan jiwa raga yang tiada batas, pengorbanan diri walau yang sepahit-pahitnya pun kalau perlu, dengan hati yang suci dan hati yang ikhlas. Putra-putra dan putri-putri Indonesia haruslah merasa sayang, bahwa untuk pengabdian ini, masing-masing dari mereka hanya bisa menyerahkan satu badan saja, satu roh saja, satu nyawa saja, --dan tidak lebih."

Mohammad Natsir demi cita-cita perjuangan kemerdekaan rela melepaskan impiannya menjadi seorang pengacara. Tan Malaka demi cita-cita kemerdekaan Indonesia rela hidup berpindah-pindah dan senantiasa menggunakan nama samaran. Mohammad Hatta pun rela untuk melepaskan kesempatan mendapat gaji yang lumayan pada saat itu dan lebih memilih hidup dalam pengasingan.

Semangat berkorban untuk tercapainya cita-cita Indonesia merdeka itulah yang mampu melahirkan Sumpah Pemuda. Cita-cita bersama mampu mengenyampingkan terlebih dahulu perdebatan pemikiran di antara mereka. Perbedaan latar belakang ideologi tidak mampu mencegah mereka untuk bersatu

Sumpah Pemuda bukan sekadar komitmen untuk bertanah air, berbangsa, dan berbahasa Indonesia, melainkan sebuah deklarasi bahwa kepentingan nasional perlu diletakkan di atas kepentingan pribadi, daerah, golongan, dan kelompok. Sumpah Pemuda bermakna bahwa demi perjuangan kemerdekaan Indonesia ego pribadi, kedaerahan, golongan, dan kelompok perlu dikesampingkan lebih dahulu.

Para aktivis muda terutama yang besar bersama gerakan reformasi 1998 perlu mewarisi semangat Sumpah Pemuda 1928. Namun sekarang, yang menjadi musuh rakyat Indonesia adalah korupsi. Korupsi telah mendorong sebagian besar rakyat ke jurang kemiskinan. Tidaklah berlebihan jika kita menjadikan pemberantasan korupsi sebagai cita-cita dan agenda perjuangan bersama. Selain itu, perlu dibangun semangat dan etos kerja yang tinggi dengan pengorbanan yang tulus sebagaimana ditunjukkan para pemuda di era kemerdakan.

Sesuai dengan semangat Sumpah Pemuda 1928, seluruh potensi gerakan kaum muda harus disatukan guna membangun gerakan perlawanan secara sistematis terhadap korupsi, kolusi, dan nepotisme. Seluruh kaum muda, baik itu politisi muda, pemimpin muda, ataupun aktivis muda, baik itu berada lingkungan kekuasaan pemerintahan maupun berada di luar lingkar kekuasaan perlu berhenti sejenak untuk merenungi kembali jati diri dan peran pemuda Indonesia. Sejarah memperlihatkan bahwa kaum muda harus bersatu dalam melawan musuh negara dan mencapai tujuan memajukan kesejahteraan umum. Korupsi telah menjelma menjadi musuh yang nyata di hadapan kita. Korupsilah yang menjadi biang berbagai persoalan yang menghambat pencapaian kesejahteraan rakyat. Sebaliknya, budaya kerja keras dan penuh pengorbanan perlu dibangkitkan agar kesejahteraan negeri ini dapat diraih bersama. Ibu pertiwi kembali memanggil kita, kaum muda, segera menyatukan barisan guna membangkitkan negeri yang tak kunjung bangkit ini.

Peringatan Sumpah Pemuda kali ini perlu dimaknai sebagai sebuah deklarasi bahwa pemberantasan korupsi harus diletakkan di atas kepentingan pribadi, golongan, dan kelompok. Sumpah Pemuda juga berarti deklarasi kebangkitan untuk membangun etos kerja keras dan penuh pengorbanan untuk ibu pertiwi. Dengan semangat Sumpah Pemuda 1928, mari kita hadirkan Indonesia baru yang sejahtera. ***

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS
Read Comments

1 Response to " "

  1. ILHAM BLOG`s says:
    20 Oktober 2009 pukul 17.07

    ini tugas ku....

:a: :b: :c: :d: :e: :f: :g: :h: :i: :j: :k: :l: :m: :n:

Posting Komentar